Kamis, 10 November 2011

Perjanjian Owner & Arsitek

Termin (Progress Billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum dibayar oleh pemberi kerja.


PROSES BIAYA KETERANGAN
PROSES JASA ARSITEK (dalam kota Jakarta)
A. TAHAP I
Konsultasi Gratis

Gratis Konsultasi, Baik konsultasi secara langsung maupun secara Online HP, Email, YM, Telp / Fax

Survey I Gratis

Gratis untuk survey lapangan, Team kami siap survey dilapangan (rumah anda) untuk mendata guna kebutuhan denah layout dan arsitektur eksterior maupun interior

Desain Tahap I
Gratis Mulai proses desain Fasade dan layout denah
Surat Perjanjian Gratis Surat perjanjian kerja ini diberikan saat proses desain arsitek Tahap I, Surat perjanjian kerja ini mengatur hak dan kewajiban antara kontraktor dan client agar tidak ada pihak yang dierugikan
Pembayaran Tahap I Biaya I setelah proses Layout dengan berbagai revisi sebelumnya dalam proses penyelesaian, selanjutnya Anda di kenakan biaya 50% dari biaya.
Pelunasan Biaya II Proses pelunasan untuk desain arsitek Tahap I, di Lanjutkan dengan Proses desain Tahap II
B. TAHAP II
Proses desain Tahap II adalah : gambar arsitektur, Gambar Struktur, Gambar MEP, RAB, Gambar IMB.
Gratis Biaya Desain arsitek Bila pengerjaan Borongan Bangunan oleh Kami



PROSES PEKERJAAN BORONGAN KONTRUKSI
Pertemuan Gratis Pertemuan dan Konsultasi langsung, Membicarakan secara langsung semua keinginan client, dan memberi masukan, maupun pertimbangan tentang keinginan client, setelah dianggap OK
Survey Gratis Gratis untuk survey lapangan, Team kami siap survey dilapangan (rumah anda), Jika blum mempunyai desain arsitek, selanjutnya adalah Proses Desain arsitek.
Surat Perjanjian Kerja Gratis Surat perjanjian kerja ini diberikan sebelum proses pembangunan, Surat perjanjian kerja ini mengatur hak dan kewajiban antara kontraktor dan client agar tidak ada pihak yang dierugikan
Proses Pembayaran Tahap I - Pembayaran sistem Termin sesuai dengan pelaksanaan pekerjaan (diatur dalam surat perjanjian), detail perkiraan biaya bangun rumah.
Surat Serah Terima - Setelah proses pembangunan selesai, berikutnya adalah proses penandatangan serah terima hasil pekerjaan.
Garansi - Garansi pekerjaan, kami memberikan Garansi pekerjaan.



SURAT PERJANJIAN KERJA SAMA

Pada hari ini, Rabu tanggal …………………………. , kami yang bertanda tangan dibawah ini :

1. Nama : .
No KTP :
Alamat :

Dalam hal ini bertindak sebagai ………………….. yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.

2. Nama :
No KTP :
Alamat :
Jabatan :

Dalam hal ini bertindak atas nama …………………… yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.

Dengan ini PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA setuju untuk mengadakan perjanjian kerjasama dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut dibawah ini.

Pasal 1
Lingkup Kerjasama
a. Terhitung tanggal pada surat ini maka mulai hari ini PIHAK KEDUA memberikan pekerjaan kepada PIHAK PERTAMA berupa ……………………………………………………………………………………

Pasal 2
Kewajiban Masing-Masing Pihak

Kewajiban untuk PIHAK PERTAMA adalah :
1.
2.
3.

Kewajiban untuk PIHAK KEDUA adalah
1.
2.

Pasal 3
Biaya Pekerjaan

PIHAK KEDUA setuju untuk memberikan biaya atas jasa pekerjaan kepada PIHAK PERTAMA dengan nilai total sebesar Rp. ___________ yang dibayar selama 2 termin, dengan perincian :
• Termin 1 : sebesar 50% dari nilai total pada saat penandatanganan surat perjanjian ini
• Termin 2 : sebesar 50% dari nilai total bila ………………………………………….

Biaya sudah termasuk :
1.
2.
3.

Pasal 4
Penambahan

PIHAK KEDUA dapat meminta penambahan …………………., ketentuan dan biaya penambahan dapat dibicarakan nanti.

Pasal 5
Jadwal Pekerjaan

1. Tahap 1.
PIHAK KEDUA ……………………………

2. Tahap 2. Pembuatan
Pekerjaan pembuatan ………………akan dikerjakan paling lama ……… hari setelah……………………………

3. Tahap 3. Implementasi
PIHAK PERTAMA akan melakukan pekerjaan implementasi

4. Tahap 4. Training
PIHAK PERTAMA memberikan training selama ……….. hari.

Pasal 6
Penutup

Surat perjanjian kerjasama ini dibuat di …………………………. pada hari dan tanggal yang sama dengan diatas, dengan disaksikan oleh para saksi dan ditandatangani tanpa paksaan dari pihak manapun juga dan dibuat rangkap 2 (dua).

PIHAK KEDUA

PIHAK PERTAMA

SAKSI 1

_______________________
SAKSI 2

___________________


sumber :
http://teambangunrumah.com/
http://wikiberita.net/sitemap/t-165256.html

Penjelasan Hukum Pranata Pembangunan

  • Penjelasan
  1. Pranata ialah interaksi antar individu atau kelompok atau kumpulan.

Pengertian individu dalam satu kelompok dan pengertian individu dalam satu perkumpulan memiliki makna yang berbeda menurut F. Durkheim, yaitu, dasar organisasi individu dalam kelompok adalah adat-istiadat, sedangkan dasar organisasi individu dalam perkumpulan adalah organisasi buatan. Hubungan yang terjadi dalam satu kelompok didasarkan perorangan, sedangkan dalam kumpulan kelompok adalah berazasguna sangat tergantung dengan tujuan akhir yang sering dinyatakan dalam kontrak. Kontrak adalah sebagai parameter hubungan yang terjadi dalam proses kegiatan pembangunan. Hubungan antara pemilik dengan perancang, hubungan antara pemilik dengan pelaksana. Kontrak menunjukan hubungan yang bersifat independent dan terarah atas tanggungjawab dari tugas dan fungsinya.

2. Pembangunan ialah suatu proses perubahan individu/kelompok dalam kerangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup, yang juga sebagai pradigma perkembangan yang terjadi dengan berjalannya perubahan peradaban hidup manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Kegiatan pembangunan memiliki empat unsur pokok, adalah manusia, kekayaan alam, modal, dan teknologi. Pembangunan sebagai suatu sistem yang kompleks mengalami proses perubahan dari yang sederhana sampai dengan yang rumit/kompleks. Proses perubahan tersebut mengalami perkembangan perubahan cara pandang, beberapa cara pandang tersebut adalah pertumbuhan, perubahan strukutr, ketergantungan, pendekatan sistem, dan penguasaan teknologi.

Dapat disimpulkan bahwa, pranata pembangunan bidang arsitektur merupakan interaksi/hubungan antar individu/kelompok dalam kumpulan dalam kerangka mewujudkan lingkungan binaan. Interaksi ini didasarkan hubungan kontrak. Analogi dari pemahaman tersebut dalam kegiatan yang lebih detil adalah interaksi antar pemilik/perancang/pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim. Dalam kegiatannya didasarkan hubungan kontrak, dan untuk mengukur hasilnya dapat diukur melalui kriteria barang public.

Pranata dibidang arsitektur dapat dikaji melalui pendekatan system, karena fenomena yang ada melibatkan banyak pihak dengan fungsi yang berbeda sehingga menciptakan anomali yang berbeda juga sesuai dengan kasus masing-masing.

Didalam proses membentuk ruang dari akibat kebutuhan hidup manusia, maka ada cara teknik dan tahapan metoda untuk berproduksi dalam penciptaan ruang. Misalnya secara hirarki dapat disebutkan ‘ruang tidur’ yaitu sebagai ruang untuk istirahat, sampai dengan ‘ruang kota’ sebagai ruang untuk melakukan aktifitas sosial, ekonomi, dan budaya. Secara fungsi ruang memiliki peran yang berbeda menurut tingkat kebutuhan hidup manusia itu sendiri, seperti ruang makan, ruang kerja, ruang baca, dan seterusnya. Secara structural ruang memiliki pola susunan yang beragam, ada yang liniear, radial, mengelompok, dan menyebar. Estetika adalah pertimbangan penciptaan ruang yang mewujudkan rasa nyaman, rasa aman, dan keindahan.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, permasalahan dalam pembangunan menjadi semakin kompleks. Artinya ruang yang dibangun oleh manusia juga mengalami banyak masalah. Salah satu masalahnya adalah persoalan mekanisme/ikatan/pranata yang menjembatani antara fungsi satu dengan fungsi lainnya. Masalah kepranataan ini menjadi penting karena beberapa hal akan menyebabkan turunnya kualitas fisik, turunnya kualitas estetika, dan turunnya kuantitas ruang dan materinya, atau bahkan dalam satu bangunan akan terjadi penurunan kuantitas dan kualitas bangunan tetapi biaya tetap atau menjadi berlebihan.

Dalam penciptaan ruang bangunan dalam dunia profesi arsitek ada beberapa aktor yang terlibat dan berinteraksi, yaitu pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana), dan unsur pendukung lainnya. Keterkaitan antar aktor dalam proses kegiatan pelaksanaan pembangunan mengalami pasang surut persoalan, baik yang disebabkan oleh internal didalamnya atau eksternal dari luar dari ketiga fungsi tersebut. Gejala pasang surut dan aspek penyebabnya tersebut mengakibatkan rentannya hubungan sehingga mudah terjadi perselisihan, yang akibatnya merugikan dan/atau menurunkan kualitas hasil.

Pranata pembangunan sebagai suatu sistem disebut juga sebagai sekumpulan aktor/stakeholder dalam kegiatan membangun (pemilik, perencana, pengawas, dan pelaksana) yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain serta memiliki batas-batas yang jelas untuk mencapai satu tujuan.

Lebih jauh bahwa sistem adalah gejala/fenomena yang telah diketahui strukturnya. Struktur disini mengandung arti unsur-unsur yang terlibat dan hubungan keterkaitan yang terjadi antar unsur tersebut.

Sedikit pihak yang terlibat maka sistem tersebut semakin sederhana, sedangkan bila pihak yang terlibat semakin banyak maka disebut sistem kompleks. Kategori sistem ini dapat ditunjukan melalui karakternya, sistem sederhana memiliki karakter sebagai berikut :
1) Jumlah unsur/pihak terlibat sedikit dan interaksinya jelas
2) Atribut dan aturan telah diatur oleh aturan tertentu
3) Sistem berfungsi terkendali oleh waktu (memiliki durasi waktu yang jelas)
4) Sub sistem tidak diturunkan dari tujuannya (goals)
5) Perilaku sistem dapat diprediksi

Sedangkan untuk sistem yang komplek memiliki karakter sebagai berikut :
1) Jumlah unsur/pihak terlibat banyak dan interkasi tidak jelas (tumpang tindih)
2) Atribut dan aturan diatur atas kesepakatan kontrak
3) Sistem berfungsi tidak terkendali oleh waktu
4) Sub sistem diturunkan dari bagian-bagian tertentu
5) Perilaku sistem tidak dapat diprediksi

Suatu sistem dapat merupakan suatu kombinasi antara sistem sederhana dan sistem kompleks. Adopsi peran/pelaku yang terlibat atau partisipan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori adalah tunggal (unitary), jamak (pluralist), dan campuran (coercive). Jadi sistem dapat dipahami tipe dan jenisnya melalui karakter dan partisipan yang terlibat didalamnya. Secara matriks dapat dikelompokan tipe sistem yang didasarkan atas permasalahannya sebagai berikut,

Atas dasar penggolongan tipe ideal suatu sistem dalam konteks permasalahannya maka pranata pembangunan sebagai suatu sistem yang terjadi di lingkungan bidang arsitektur dapat disebut pada tipe “simple-pluralist”. Simple karena unsur utama terkait ada tiga, yaitu : pemilik (owner), perancang/pengawas (designer/supervise), dan pelaksana (contractor) dan jumlah sedikit. Pihak atau partisipan adalah jamak, karena memiliki karakter berbeda dan bentuk organisasi berbeda pula. Ada kultur berbeda pula pada masing-masing peran, pemilik memiliki atribut yang spesifik, perancang memiliki atribut yang khusus pula, dan kontraktor juga memiliki atribut berbeda. Masing-masing berbeda dan berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki latar belakang berbeda maka dapat dikatakan jamak.

  • Pranata Pembangunan Bidang Arsitektur (Gedung/Bangunan)

Pranata yang telah disahkan menjadi produk hukum dan merupakan satu kebijakan publik. Kebijakan publik itu sendiri merupakan pola keterganungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolekstif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak atau tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintahan.

Elemen kebijakan adalah peraturan perundang-undangan sebagai suatu kerangka legal formal yang memberikan arah bagi rencana tindak operasional bagi pihak-pihak terkait yang diatur oleh kebijakan tersebut. Peraturan perundang-undangan merupakan kesatuan perangkat hokum antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya memiliki hubungan keterikatan.

Ada lima tahapan untuk memahami proses kebijakan publik itu agar dapat berjalan sesuai dengan tujuannya, yaitu tahap agenda permasalahan, tahap formulasi kebijakan, tahap adopsi, tahap implementasi, dan tahap evaluasi. Kenyataan yang terjadi antara kebijakan yang dikeluarkan dengan hasil yang akan diharapkan terdapat penyimpangan, terdapat penyalahgunaan, dan terdapat inkonsistensi.

Sumber..

http://arsitekturberkelanjutan.blogspot.com/feeds/posts/default?orderby=updated

http://budisud.blogspot.com/2008/04/pranata-pembangunan-bidang-arsitektur.html

http://arsitekturberkelanjutan.blogspot.com/2008/02/pengantar-kuliah-pranata-pembangunan.html

http://budisud.blogspot.com/2008/04/pranata-pembangunan-bidang-arsitektur.html

Hukum Pranata Pembangunan di Indonesia


Untuk membahas masalah hukum pranata pembangunan di Indonesia, pertama-tama kita harus mengetahui apa yang sebenarnya dimaksud dengan hukum pranata pembangunan, menurut kamus besar bahasa Indonesia

Hukum adalah [n] (1) peraturan atau adat yg secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; (2) undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; (3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yg tertentu; (4) keputusan (pertimbangan) yg ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan); vonis

Sedangkan pranata adalah interaksi antar individu/kelompok/kumpulan, pengertian individu dalam satu kelompok dan pengetian individu dalam satu perkumpulan memiliki makna yang berbeda.

Pembangunan adalah perubahan individu/kelompok dalam kerangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup.

Jadi, definisi dari Hukum Pranata Pembangunan adalah peraturan resmi yang mengikat yang mengatur tentang interaksi antar individu dalam melakukan perubahan untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup.

Dalam arsitektur khususnya Hukum Pranata Pembangunan lebih memfokuskan pada peningkatan kesejahteraan hidup yang berhubungan dengan interaksi individu dengan lingkungan binaan.
Interaksi yang terjadi menghasilkan hubungan kontrak antar individu yang terkait seperti adalah pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana), dan unsur pendukung lainnya dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim.

Struktur Hukum Pranata di Indonesia :
1. Legislatif (MPR-DPR), pembuat produk hukum
2. Eksekutif (Presiden-pemerintahan), pelaksana perUU yg dibantu oleh Kepolisian (POLRI) selaku institusi yg berwenang melakukan penyidikan; JAKSA yg melakukan penuntutan
3. Yudikatif (MA-MK) sbglembaga penegak keadilan
Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi (PT) & Pengadilan Negeri (PN) se-Indonesia mengadili perkara yg kasuistik;
Sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili perkara peraturan PerUU
4. Lawyer, pihak yg mewakili klien utk berperkara di pengadilan, dsb.

Contoh Kontrak Kerja Bidang Konstruksi :
Kontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan rumah sakit
antara
CV. PEMATA EMAS
dengan
PT. KIMIA FARMA
Nomor : 1/1/2010
Tanggal : 25 November 2010
Pada hari ini Senin tanggal 20 November 2010 kami yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Richard Joe
Alamat : Jl. Merdeka Raya, Jakarta Barat
No. Telepon : 08569871000
Jabatan : Dalam hal ini bertindak atas nama CV. PEMATA EMAS disebut sebagai Pihak Pertama
Dan
Nama : Taufan Arif
Alamat : Jl. Ketapang Raya, Jakarta Utara
No telepon : 088088088
Jabatan : dalam hal ini bertindak atas nama PT. KIMIA FARMA disebut sebagai pihak kedua.
Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan ikatank ontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan Rumah Sakit yang dimiliki oleh pihak kedua yang terletak di Jl. Matraman no 9, Jakarta Timur.
Setelah itu akan dicantumkan pasal - pasal yang menjelaskan tentang tujuan kontrak,bentuk pekerjaan,sistem pekerjaan,sistem pembayaran,jangka waktu pengerjaan,sanksi-sanksi yang akan dikenakan apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran kontrak kerja,dsb.

Jadi kesimpulannya, dengan adanya Hukum Pranata Pembangunan, dapat membantu menjalankan fungsi dari setiap individu untuk melakukan interaksi sehingga tidak terjadi konflik dan perbedaan pendapat serta dapat terbentuk solidaritas sosial.



Sumber :
- Mudjiono SH, Pengantar Hukum Indonesia , Liberty, Yogyakarta, 1991
-http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum
-Kamus Besar Bahasa Indonesia

Selasa, 01 November 2011

UUD HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN UNDANG - UNDANG NO.4 tahun 1992 tentang Perumahan & Pemukiman. Dalam Undang - Undang ini terdapat 10 BAB (42 pasal) antara lain yang mengatur tentang :
1. Ketentuan Umum ( 2 pasal )
2. Asas dan Tujuan (2 pasal )
3. Perumahan ( 13 pasal )
4. Pemukiman ( 11 pasal )
5. Peran Serta Masyarakat ( 1 pasal )
6. Pembinaan (6 pasal )
7. Ketentuan Piadana ( 2 pasal )
8. Ketentuan Lain - lain ( 2 pasal )
9. Ketentuan Peralihan ( 1 pasal )
10. Ketentuan Penutup ( 2 pasal )

Pada Bab 1 berisi antara lain :
1. Fungsi dari rumah
2. Fungsi dari Perumahan
3. Apa itu Pemukiman baik juga fungsinya
4. Satuan lingkungan pemukiman
5. Prasarana lingkungan
6. Sarana lingkungan
7. Utilitas umum
8. Kawasan siap bangun
9. Lingkungan siap bangun
10. Kaveling tanah matang
11. Konsolidasi tanah permukiman

Bab 2 Asas dan Tujuan, isi dari bab ini antara lain : Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.

Tujuan penataan perumahaan dan pemukiman :
• Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat
• Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur
• Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional
• menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidangbidang lain.

Bab 3 Perumahan, isi bab ini antara lain :
• hak untuk menempati /memiliki rumah tinggal yang layak
• kewajiban dan tanggung jawab untuk pembangunan perumahan dan pemukiman
• pembangunan dilakukan oleh pemilik hak tanah saja
• pembangunan yang dilakukan oleh bukan pemilik tanah harus dapat persetuan dari pemilik tanah / perjanjian
• kewajiban yang harus dipenuhi oleh yang ingin membangun rumah / perumahan
• pengalihan status dan hak atas rumah yang dikuasai Negara
• Pemerintah mengendalikan harga sewa rumah
• Sengketa yang berkaitan dengan pemilikan dan pemanfaatan rumah diselesaikan melalui badan peradilan
• Pemilikan rumah dapat beralih dan dialihkan dengan cara pewarisan
• dll

Bab 4 Permukiman, isi bab ini antara lain :
• Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan permukiman skala besar yang terencana
• tujuan pembangunan permukiman
• Pelaksanaan ketentuandilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
• Program pembangunan daerah dan program pembangunan sektor mengenai prasarana, sarana lingkungan, dan utilitas umum
• Penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun dilakukan oleh badan usaha milik Negara
• kerjasama antara pengelola kawasan siap bangun dengan BUMN
• Di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan, bantuan dan kemudahan
• ketentuan yang wajib dipenuhi oleh badan usaha dibidang pembangunan perumahan
• tahap - tahap yang dilakukan dalam pembangunan lingkungan siap bangun
• kegiatan - kegiatan untuk meningkatkan kualitas permukiman
• dll

Bab 5 Peran serta masyarakat, isi bab ini antara lain :
• hak dan kesempatan yang sama untuk turut serta dalam pembangunan perumahan / permukiman
• keikutsertaan dapat dilakukan perorangan / bersama

Bab 6 Pembinaan, isi bab ini antara lain :
• bentuk pembinanaan pemerintah dalam pembangunan
• pembinaan dilakukan pemerintah di bidang perumahan dan pemukiman
• Pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan berdasarkan rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah
• dll.

Bab 7 Ketentuan Pidana, isi bab ini antara lain :
• hukuman yang diberikan pada yang melanggar peraturan dalam pasal 7 baik disengaja ataupun karena kelalaian.
• dan hukumannya dapat berupa sanksi pidana atau denda.

Bab 8 Ketentuan Lain-lain, isi bab ini antara lain :
• Penerapan ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 tidak menghilangkan kewajibannya untuk tetap memenuhi ketentuan Undang-undang ini.
• Jika kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak dipenuhi oleh suatu badan usaha di bidang pembangunan perumahan dan permukiman, maka izin usaha badan tersebut dicabut.

Bab 9 Ketentuan Peralihan, isi bab ini antara lain :
• Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan di bidang perumahan dan permukiman yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini atau belum diganti atau diubah berdasarkan Undang-undang ini.

Bab 10 Ketentuan Penutup, isi bab ini antara lain :
• Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang Pokok-pokok perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 nomor 3,
• Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan penerapannya diatur dengan Peraturan Pemerintah selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan.


PENGAPLIKASIAN DARI UU TERSEBUT YAITU Pada tahun 1980 penduduk perkotaan berjumlah sekitar 32,85 juta (22,27% dari jumlah penduduk nasional). Tahun 1990 jumlah penduduk perkotaan menjadi sekitar 55,43 juta (30,9% dari jumlah penduduk nasional). Tahun 1995 jumlah penduduk perkotaan menjadi sekitar 71.88 juta (36,91% dari jumlah penduduk nasional). Saat ini jumlah penduduk perkotaan seluruhnya diperkirakan mencapai hampir 110 juta orang, dengan pertumbuhan tahunan sekitar 3 juta orang. Sensus penduduk tahun 2000 mencatat total jumlah penduduk adalah 206.264.595 jiwa. 2Tingkat urbanisasi mencapai 40% (tahun 2000), dan diperkirakan akan menjadi 60% pada tahun 2025 (sekitar 160 juta orang)3. Laju pertumbuhan penduduk perkotaan pada kurun waktu 1990-2000 tercatat setinggi 4,4%/tahun, sementara pertumbuhan penduduk keseluruhan hanya 1,6%/tahun. Perkembangan kota-kota yang pesat ini disebabkan oleh perpindahan penduduk dari desa ke kota, perpindahan dari kota lain yang lebih kecil, pemekaran wilayah atau perubahan status desa menjadi kelurahan. Ruang dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan interaksi sistem sosial (yang meliputi manusia dengan seluruh kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya) dengan ekosistem (sumberdaya alam dan sumberdaya buatan) berlangsung. Ruang perlu ditata agar dapat memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan yang nyaman terhadap manusia serta mahluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya secara optimal.

Selasa, 24 Mei 2011

Bela Negara

Konsep bela negara dapat diartikan secara fisik dan non-fisik, secara fisik dengan mengangkat senjata menghadapi serangan atau agresi musuh, secara non-fisik dapat didefinisikan sebagai segala upaya untuk mempertahankan Negara dengan cara meningkatkan rasa nasionalisme, yakni kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air, serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara.

Landasan pembentukan bela negara adalah wajib militer. Bela negara adalah pelayanan oleh seorang individu atau kelompok dalam tentara atau milisi lainnya, baik sebagai pekerjaan yang dipilih atau sebagai akibat dari rancangan tanpa sadar (wajib militer). Beberapa negara (misalnya Israel, Iran) meminta jumlah tertentu dinas militer dari masing-masing dan setiap salah satu warga negara (kecuali untuk kasus khusus seperti fisik atau gangguan mental atau keyakinan keagamaan). Sebuah bangsa dengan relawan sepenuhnya militer, biasanya tidak memerlukan layanan dari wajib militer warganya, kecuali dihadapkan dengan krisis perekrutan selama masa perang.

Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Spanyol dan Inggris, bela negara pelatihan militer, biasanya satu akhir pekan dalam sebulan. Mereka dapat melakukannya sebagai individu atau sebagai anggota resimen, misalnya Tentara Teritorialmiliter, seperti Amerika Serikat National Guard. dilaksanakan Britania Raya. Dalam beberapa kasus milisi bisa merupakan bagian dari pasukan cadangan

Di negara lain, seperti Republik China (Taiwan), Republik Korea, dan Israel, wajib untuk beberapa tahun setelah seseorang menyelesaikan dinas nasional.

Sebuah pasukan cadangan militer berbeda dari pembentukan cadangan, kadang-kadang disebut sebagai cadangan militer, yang merupakan kelompok atau unit personil militer tidak berkomitmen untuk pertempuran oleh komandan mereka sehingga mereka tersedia untuk menangani situasi tak terduga, memperkuat pertahanan negara.

Pengertian bela negara di Indonesia

Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.

Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.

Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban membela negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, dari yang paling halus, hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata. Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.

Unsur Dasar Bela Negara

  1. Cinta Tanah Air
  2. Kesadaran Berbangsa & bernegara
  3. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara
  4. Rela berkorban untuk bangsa & negara
  5. Memiliki kemampuan awal bela negara

Dasar hukum

Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :

  1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
  2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
  3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
  4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
  5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
  6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 ayat 1-5 dan pasal 27 ayat 3.
  7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.


sunting : http://id.wikipedia.org/wiki/Bela_negara

Tujuan Pendidikan Nasional

Pendidilan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini, diperlukan perjuangan seluruh lapisan masyarakat.

Tujuan Pendidikan Nasional

Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa; Melalui pendidikanlah bangsa akan tegak mampu menjaga martabat. Dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Visi dan misi pendidikan nasional telah menjadi rumusan dan dituangkan pada bagian “penjelasan” atas UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Visi dan misi pendidikan nasional ini adalah merupakan bagian dari strategi pembaruan sistem pendidikan.

Visi Pendidikan Nasional

Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya system pendidikan sebaga pranata social yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Misi Pendidikan Nasional

Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut:

1. mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;

2. membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;

3. meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;

4. meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan

5. memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.

Praktek HAM di Indonesia menganut paham demokrasi Pancasila

Implementasi Hak Asasi Manusia di Indonesia (Sebuah Perspektif Pribadi)

Ideologi yang dianut oleh suatu negara pada dasarnya akan mempengaruhi kehidupan masyarakat di negara tersebut, termasuk penerapan hak-hak asasi masyarakatnya. Negara-negara Barat, seperti Amerika, dengan paham Liberalismenya memungkinkan masyarakatnya untuk melakukan segala sesuatu dengan sebebas-bebasnya (peran swasta lebih dominan), sedangkan peran pemerintah sangat kecil dalam mengatur kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut berdampak pada kondisi kehidupan masyarakatnya yang “kebablasan” pada beberapa sisi, seperti pergaulan bebas, persaingan bebas, dan sebagainya yang banyak menimbulkan masalah-masalah baru bagi sebagian masyarakat. Imbas lainnya dari paham Liberalisme adalah terhimpitnya kaum ekonomi lemah karena para pemilik modal (kaum kapitalis) memiliki kebebasan dalam melakukan investasi di berbagai sektor usaha. Paham lainnya yang berkembang di negara-negara Timur (seperti di Uni Soviet dan RRC pada masa lalu) adalah komunisme. Dampak yang ditimbulkan oleh ideologi tersebut adalah berkebalikkan dengan apa yang ditimbulkan oleh Liberalisme. Hak-hak masyarakat diakui, namun tidak sepenuhnya dipedulikan oleh pemerintah. Peran pemerintah sangat dominan dalam mengatur berbagai aspek kehidupan. Pada praktik kehidupan bernegara, pemerintah bersikap otoriter dan tidak peduli terhadap aspirasi rakyat. Hal tersebut berdampak pada pembungkaman suara rakyat dan pers, sehingga mencukur demokrasi yang seharusnya menjadi hak rakyat.


Berdasarkan sejarah yang pernah terjadi di negara-negara Barat dan Timur, maka jelas bahwa masyarakat akan mengalami dampak negatif jika hak-hak asasi setiap individu dibebaskan tanpa batas, namun masyarakat juga akan mengalami dampak negatif jika hak-hak asasi setiap individu terlalu dikekang. Berbeda dengan negara-negara tersebut, Indonesia menganut ideologi Demokrasi Pancasila, sehingga implementasi hak asasi manusia di Indonesia seharusnya berjalan dengan baik sesuai dengan sifat-sifat dasar dari paham Demokrasi Pancasila. Menurut ideologi tersebut, hak-hak asasi setiap rakyat Indonesia pada dasarnya diimplementasikan secara bebas, namun tetap dibatasi oleh hak-hak asasi orang lain. Jadi, ideologi ini menawarkan kebebasan yang bertanggung jawab dalam mengimplementasikan hak asasi manusia. Namun hal tersebut perlu dikaji lebih dalam, sebab ideologi yang dianut oleh negara Indonesia tercinta ini belum tentu dapat diterapkan oleh rakyat tersebut dengan benar sepenuhnya.


Sejak era reformasi berbagai produk hukum dilahirkan untuk memperbaiki kondisi hak asasi manusia di Indonesia, khususnya hak sipil dan politik. Antara lain, Pancasila (sila ke-2), UUD 1945 pasal 28A sampai pasal 28J, Ketetapan MPR Nomor XVII/ MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, UU Pers, UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat (UU Unjuk rasa), UU HAM (UU No. 39 Tahun 1999), UU Pemilu, UU Parpol, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Otonomi Daerah, UU ratifikasi Konvensi PBB Menentang Penyiksaan, atau perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, dan UU ratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi Rasial.


Dari sisi politik, selama kurang lebih 12 tahun terakhir ini, rakyat Indonesia telah menikmati kebebasan politik yang luas. Empat kebebasan dasar, yaitu hak atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, hak atas kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan berorganisasi, dan hak untuk turut serta dalam pemerintahan, yang vital bagi bekerjanya sistem politik dan pemerintahan demokratis telah dinikmati oleh sebagian besar rakyat Indonesia.


Melalui berbagai media hampir semua lapisan rakyat Indonesia sudah dapat mengekspresikan perasaan dan pendapatnya tanpa rasa takut atau was-was seperti pada zaman Orde Baru. Rakyat Indonesia relatif bebas mengkomunikasikan gagasan dan informasi yang dimilikinya. Rakyat menikmati pula hak atas kebebasan berkumpul. Pertemuan-pertemuan rakyat, seperti, konferensi, seminar, rapat-rapat akbar tidak lagi mengharuskan meminta izin penguasa seperti di masa Orde Baru. Kelompok-kelompok masyarakat, seperti, buruh, petani, seniman, dan lain sebagainya yang ingin melakukan demonstrasi atau unjuk rasa di depan kantor atau pejabat publik tidak memerlukan izin, tapi sebelum menjalankan unjuk rasa diwajibkan untuk memberitahu polisi.


Rakyat Indonesia telah menikmati juga kebebasan berorganisasi. Rakyat tidak hanya bebas mendirikan partai-partai politik sebagai wahana untuk memperjuangkan aspirasi politiknya. Rakyat bebas pula untuk mendirikian organisasi-organisasi kemasyarakatan, seperti serikat petani, serikat buruh, perkumpulan masyarakat adat, dan lain sebagainya. Perwujudan hak atas kebebasan berorganisasi ini sangat vital bagi upaya rakyat untuk memperjuangkan kepentingan bersama. Selain itu, tumbuhnya organisasi-organisasi rakyat dari bawah ini akan memperkuat masyarakat sipil yang diperlukan bagi berlangsungnya sistem politik dan pemerintahan yang demokratis.


Selama kurang lebih dua belas tahun terakhir ini rakyat Indonesia telah pula menikmati hak politiknya, yaitu hak untuk turut serta dalam pemerintahan di mana rakyat berperan serta memilih secara langsung para anggota DPR dan DPRD pada tahun 1999 dan tahun 2004. Pada tahun 2004 untuk pertama kali rakyat memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden. Selanjutnya pada tingkat provinsi, kabupaten, dan kotamadya, rakyat dapat memilih langsung Gubernur, Bupati, dan Walikota. Sebelum ini belum pernah ada presiden perwujudan hak atas kebebasan politik dalam sejarah Indonesia.


Indonesia merupakan negara yang berlandaskan hukum. Sebagai negara hukum, seharusnya negara ini tidak hanya menjamin kebebasan warganya dalam hukum, politik, dan pemerintahan, lebih dari itu, negara ini juga harus menjamin konsistensi penegakkan hak asasi manusia. Penegakkan hak-hak asasi manusia saat ini memang sudah diatur dalam beberapa hukum tertulis. Tetapi dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, penegakkan hak asasi manusia masih dirasa belum konsisten. Konsistensi penegakkan hak-hak asasi manusia di Indonesia dapat diukur secara baik dengan menilai fakta-fakta sejarah yang pernah terjadi di negara ini dari sudut pandang yang objektif.


Kemajuan selama era reformasi di Indonesia selama ini tampaknya masih belum memberikan catatan yang begitu memuaskan, khususnya di bidang penegakkan hak-hak asasi manusia (HAM). Pertanyaan ini memang mendesak untuk dijawab, terutama karena ada banyak pihak berpendapat bahwa proses reformasi ternyata mengalami kemandekan.


Jika diamati dari sudut pandang yang objektif, tampaknya upaya pengusutan pelanggaran HAM berat di Indonesia selama ini masih mengalami kemacetan. Masyarakat pun bisa menilai sendiri bagaimana upaya pengusutan Peristiwa Trisakti-Semanggi I-Semanggi II, Peristiwa Wamena-Wasior, Peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa, dan Peristiwa Talangsari 1989 yang berkali-kali dikembalikan oleh pihak Kejaksaan Agung kepada Komnas HAM. Pihak Kejaksaan Agung menyatakan tak bisa melakukan penyidikan karena belum ada penetapan pengadilan HAM ad hoc oleh parlemen. Ketidakmampuan penuntasan masalah HAM dengan adanya impunitas bagi para pelakunya telah menimbulkan pertanyaan menyangkut keseriusan pemerintah.


Selain itu, kebebasan politik yang membuka jalan bagi terpenuhinya empat kebebasan dasar yang mencakup hak atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, hak atas kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan berorganisasi, dan hak untuk turut serta dalam pemerintahan, belum dinikmati oleh kelompok minoritas agama, termasuk kelompok minoritas dalam suatu agama. Para pemeluk agama-agama minoritas, seperti, kaum Bahai, tetap diperlakukan secara khusus/berbeda atau didiskriminasi oleh negara. Sejumlah daerah juga memberlakukan perda bermuatan syariah yang sangat bertentangan dengan konsep penghormatan kepada hak asasi manusia dan UUD 1945 pasal 29 yang menjamin kebebasan.setiap warga negara dalam memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.


Demikian pula kelompok minoritas dalam agama, misalnya Ahmadiyah terus mengalami diskriminasi dan pengawasan oleh negara. Bukan hanya itu, sebagian penganut Ahmadiyah juga sempat menjadi korban dari tindakan anarkis yang dilakukan oleh sejumlah oknum dari organisasi masyarakat tertentu. Selain itu, kelompok minoritas politik, seperti, mantan tahanan/narapidana politik PKI atau yang didakwa anggota atau simpatisan PKI dan partai-partai kiri terus mengalami pengingkaran hak-hak politik mereka oleh negara.


Upaya Komnas HAM untuk mengungkap pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi sebagai buntut dari Peristiwa G30S juga selalu menemui jalan buntu dan menghadapi berbagai ancaman dari kelompok militer dan sejumlah organisasi massa. Sejumlah teror dan kecaman, juga demonstrasi telah diarahkan kepada Komnas HAM dan para komisioner sehubungan dengan pembentukan Tim Ad Hoc Kejahatan 1965.


Kebebasan politik yang dinikmati oleh masyarakat Indonesia ternyata juga tak diimbangi dengan perlindungan hukum yang semestinya bagi hak-hak sipil, seperti, hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi, hak atas kebebasan dari penyiksaan, atau perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, hak atas pemeriksaan yang adil dan proses hukum yang semestinya, hak atas pengakuan pribadi di depan hukum, dan larangan atas propaganda untuk perang dan hasutan kebencian. Dari berbagai daerah, seperti, Poso, Lombok, Papua, juga Jakarta, dan tempat-tempat lain di Indonesia, dilaporkan masih terjadi kekerasan horisontal yang melibatkan unsur-unsur polisi dan militer. Penganiayaan dilaporkan masih terus di alami oleh kelompok-kelompok masyarakat, seperti, buruh, petani, masyarakat adat, kelompok minoritas agama, dan para mahasiswa.


Hal yang memprihatinkan, seringkali dalam peristiwa kekerasan horisontal, aparat keamanan seolah-olah tidak berdaya melindungi kelompok-kelompok yang menjadi sasaran kekerasan tersebut. Laporan-laporan HAM yang dikeluarkan oleh LSM dan PBB menyatakan, penyiksaan masih terus terjadi di pusat-pusat penahanan di kepolisian. Selama hampir dua belas tahun terakhir ini, sistem hukum dan jajaran aparaturnya, seperti, polisi, jaksa, dan hakim tidak mampu menjawab secara semestinya kasus-kasus kekerasan horisontal dan vertikal yang melibatkan aparat polisi dan atau tentara.


Kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, seperti, kasus pembunuhan, penculikan, penahanan sewenang-wenang terhadap ratusan ribu orang yang disangka mempunyai kaitan dengan PKI, dan beberapa kasus lainnya, sampai hari ini belum memperoleh penanganan yang adil. Sebagian dari mereka yang diduga kuat terlibat melakukan pelanggaran HAM berat (kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan) masih ada yang bebas berkeliaran tanpa pernah tersentuh oleh hukum.


Para pelaku pelanggaran HAM yang diajukan ke pengadilan, umumnya dikenakan pasal pidana ringan, misalnya kasus penembakan para petani oleh oknum polisi, di Manggarai, biasanya para terdakwa itu akan dikenakan pasal pidana ringan, dan akhirnya dikenakan hukuman ringan, antara 1 tahun, 2 tahun, atau beberapa bulan saja, atau bahkan dibebaskan sama sekali, seperti, dalam kasus-kasus pelanggaran HAM di Timor-Timur pasca jajak pendapat 1999, dan kasus Tanjung Priok 1984.


Hal inilah yang kemudian menjadi budaya pembiaran (culture of impunity) yang terus merasuki sistem hukum dan aparaturnya, seperti polisi, jaksa dan hakim, terutama ketika aparat penegak hukum harus menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang melibatkan polisi dan tentara. Budaya pembiaran inilah yang menghambat setiap upaya penegakan hukum. Budaya impunity itu bila dibiarkan terus berkembang dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama akan menghancurkan kedaulatan hukum, dan pada gilirannya akan menghancurkan sistem demokrasi di Indonesia.


Kejahatan terorisme yang dilakukan oleh mereka yang menyebut dirinya sebagai Jemaah Islamiyah telah menimbulkan korban, berupa hilangnya nyawa manusia, dan hancurnya harta benda miliknya. Kejahatan terorisme telah menimbulkan rasa takut dan tidak aman yang relatif luas di kalangan masyarakat sipil. Pada sisi yang lain kejahatan terorisme di Indonesia telah mengundang lahirnya UU Anti-Kejahatan Terorisme yang mengesampingkan UU Hukum Acara Pidana biasa.


Di bawah UU Anti Kejahatan Terorisme itu, polisi dengan mengesampingkan perlindungan hak sipil yang diatur di bawah hukum acara pidana biasa, dengan mudah dapat melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan pemeriksaan terhadap siapa saja yang diduga menjadi bagian dari jaringan aktivitas terorisme. Pelaksanaan UU baru ini telah memberikan dampak buruk bagi hak-hak sipil meskipun belum tentu berdosa, namun karena dicurigai mempunyai hubungan dengan pelaku kejahatan terorisme, bisa mengalami penangkapan, penahanan, kekerasan, penyiksaan, dan pemeriksaan. Keadaan ini jelas memperburuk kondisi hak sipil dan politik. Karena itu, Komnas HAM bersama Komnas-HAM se Asia Pasifik, mendesak agar negara-negara Asia Pasifik tetap tegas dalam memberantas kejahatan terorisme, namun pemberantasan kejahatan itu harus dilakukan dengan mengindahkan hukum HAM.



sumber :http://joe-proudly-present.blogspot.com/2011/02/implementasi-hak-asasi-manusia-di_11.html